Kamis, 06 Januari 2011

Web-Blog Kami yang Baru

Kami Mengundang Antum Sekalian Untuk Mengunjungi Web-Blog Kami yang Terbaru..
Kunjungi Http://Abuazmiammar.wordpress.com/.. Tafadhol.
Semoga ada Manfaat yang didapat..
Semoga Allah senantiasa Melimpahkan kepada kita, Keistiqomahan diatas Manhaj yang mulia ini..
Baarokallahu fiikum..
Jazakallahu khoiron katsiron..

Selasa, 04 Januari 2011

Kunjungi webblog kami yang baru..

بسم الله الر حمن الر حيم
الحمد لِله رب العلمين

Ikhwah fillah..
Rasa Syukur yang tiada henti kita haturkan kepada Rabb pemilik Arsy yang Agung, Rabbul 'alamin, Allah Azza wa jalla atas segala nimat yang telah kita nikmati, nikmat terbesar dalam hidup ini adalah Al-Islam..

Alhamdulillah,kami selaku admin blog ini telah membuat Blog baru.. Silakan Kunjungi Blog kami tersebut..
Silakan Mengunjungi Abuazmiammar.wordpress.com, Semoga Mendapatkan Manfaat dari blog kami..(namun blog ini--islamjalanku.co.cc--akan tetap aktif)

Akhirul Kalaam..
Jaazakumullahu khoiron katsiiron
Walhamdulillahi Robbil 'alamin..

Rabu, 22 Desember 2010

Ada Apa Dengan Perayaan Tahun Baru Masehi??

Alhamdulillah. Segala puji hanya milik Allah, Rabb yang memberikan hidayah demi hidayah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka hingga akhir zaman. Manusia di berbagai negeri sangat antusias menyambut perhelatan yang hanya setahun sekali ini. Hingga walaupun sampai lembur pun, mereka dengan rela dan sabar menunggu pergantian tahun. Namun bagaimanakah pandangan Islam -agama yang hanif- mengenai perayaan tersebut? Apakah mengikuti dan merayakannya diperbolehkan? Semoga artikel yang singkat ini bisa menjawabnya.

Sejarah Tahun Baru Masehi

Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi). Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.[1]

Dari sini kita dapat menyaksikan bahwa perayaan tahun baru dimulai dari orang-orang kafir dan sama sekali bukan dari Islam. Perayaan tahun baru ini terjadi pada pergantian tahun kalender Gregorian yang sejak dulu telah dirayakan oleh orang-orang kafir.

Berikut adalah beberapa kerusakan akibat seorang muslim merayakan tahun baru.

Kerusakan Pertama: Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan ‘Ied (Perayaan) yang Haram

Perlu diketahui bahwa perayaan (’ied) kaum muslimin ada dua yaitu ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha. Anas bin Malik mengatakan,

كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى

“Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri dan Idul Adha.’”[2]

Namun setelah itu muncul berbagai perayaan (’ied) di tengah kaum muslimin. Ada perayaan yang dimaksudkan untuk ibadah atau sekedar meniru-niru orang kafir. Di antara perayaan yang kami maksudkan di sini adalah perayaan tahun baru Masehi. Perayaan semacam ini berarti di luar perayaan yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maksudkan sebagai perayaan yang lebih baik yang Allah ganti. Karena perayaan kaum muslimin hanyalah dua yang dikatakan baik yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.

Perhatikan penjelasan Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’, komisi fatwa di Saudi Arabia berikut ini:
Al Lajnah Ad Da-imah mengatakan, “Yang disebut ‘ied atau hari perayaan secara istilah adalah semua bentuk perkumpulan yang berulang secara periodik boleh jadi tahunan, bulanan, mingguan atau semisalnya. Jadi dalam ied terkumpul beberapa hal:

1. Hari yang berulang semisal idul fitri dan hari Jumat.
2. Berkumpulnya banyak orang pada hari tersebut.
3. Berbagai aktivitas yang dilakukan pada hari itu baik berupa ritual ibadah ataupun non ibadah.

Hukum ied (perayaan) terbagi menjadi dua:

1. Ied yang tujuannya adalah beribadah, mendekatkan diri kepada Allah dan mengagungkan hari tersebut dalam rangka mendapat pahala, atau
2. Ied yang mengandung unsur menyerupai orang-orang jahiliah atau golongan-golongan orang kafir yang lain maka hukumnya adalah bid’ah yang terlarang karena tercakup dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengada-adakan amal dalam agama kami ini padahal bukanlah bagian dari agama maka amal tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Misalnya adalah peringatan maulid nabi, hari ibu dan hari kemerdekaan. Peringatan maulid nabi itu terlarang karena hal itu termasuk mengada-adakan ritual yang tidak pernah Allah izinkan di samping menyerupai orang-orang Nasrani dan golongan orang kafir yang lain. Sedangkan hari ibu dan hari kemerdekaan terlarang karena menyerupai orang kafir.”[3] -Demikian penjelasan Lajnah-

Begitu pula perayaan tahun baru termasuk perayaan yang terlarang karena menyerupai perayaan orang kafir.

Kerusakan Kedua: Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir

Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ » . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ « وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ »

“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“[4]

Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ . قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” [5]

An Nawawi -rahimahullah- ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziro’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal kekufuran. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.”[6]

Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang beliau katakan memang benar-benar terjadi saat ini. Berbagai model pakaian orang barat diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah telanjang. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan tahun baru ini.

Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh).

Beliau bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” [7]

Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal pakaian, penampilan dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’).[8]

Kerusakan Ketiga: Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru

Kita sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini berasal dari orang kafir dan merupakan tradisi mereka. Namun sayangnya di antara orang-orang jahil ada yang mensyari’atkan amalan-amalan tertentu pada malam pergantian tahun. “Daripada waktu kaum muslimin sia-sia, mending malam tahun baru kita isi dengan dzikir berjama’ah di masjid. Itu tentu lebih manfaat daripada menunggu pergantian tahun tanpa ada manfaatnya”, demikian ungkapan sebagian orang. Ini sungguh aneh. Pensyariatan semacam ini berarti melakukan suatu amalan yang tanpa tuntunan. Perayaan tahun baru sendiri adalah bukan perayaan atau ritual kaum muslimin, lantas kenapa harus disyari’atkan amalan tertentu ketika itu? Apalagi menunggu pergantian tahun pun akan mengakibatkan meninggalkan berbagai kewajiban sebagaimana nanti akan kami utarakan.

Jika ada yang mengatakan, “Daripada menunggu tahun baru diisi dengan hal yang tidak bermanfaat, mending diisi dengan dzikir. Yang penting kan niat kita baik.”

Maka cukup kami sanggah niat baik semacam ini dengan perkataan Ibnu Mas’ud ketika dia melihat orang-orang yang berdzikir, namun tidak sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang melakukan dzikir yang tidak ada tuntunannya ini mengatakan pada Ibnu Mas’ud,

وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ.

“Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”

Ibnu Mas’ud lantas berkata,

وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ

“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.” [9]

Jadi dalam melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Kita harus juga mengikuti contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baru amalan tersebut bisa diterima di sisi Allah.

Kerusakan Keempat: Terjerumus dalam Keharaman dengan Mengucapkan Selamat Tahun Baru

Kita telah ketahui bersama bahwa tahun baru adalah syiar orang kafir dan bukanlah syiar kaum muslimin. Jadi, tidak pantas seorang muslim memberi selamat dalam syiar orang kafir seperti ini. Bahkan hal ini tidak dibolehkan berdasarkan kesepakatan para ulama (ijma’).

Ibnul Qoyyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.

Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.”[10]

Kerusakan Kelima: Meninggalkan Perkara Wajib yaitu Shalat Lima Waktu

Betapa banyak kita saksikan, karena begadang semalam suntuk untuk menunggu detik-detik pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini diteruskan lagi hingga jam 1, jam 2 malam atau bahkan hingga pagi hari, kebanyakan orang yang begadang seperti ini luput dari shalat Shubuh yang kita sudah sepakat tentang wajibnya. Di antara mereka ada yang tidak mengerjakan shalat Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan di pagi hari. Akhirnya, mereka tidur hingga pertengahan siang dan berlalulah kewajiban tadi tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzu billahi min dzalik.

Ketahuilah bahwa meninggalkan satu saja dari shalat lima waktu bukanlah perkara sepele. Bahkan meningalkannya para ulama sepakat bahwa itu termasuk dosa besar.

Ibnul Qoyyim -rahimahullah- mengatakan, “Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja termasuk dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”[11]

Adz Dzahabi –rahimahullah- juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat -yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya termasuk dosa besar. Oleh karena itu, orang yang meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk orang yang merugi, celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa).”[12]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengancam dengan kekafiran bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat lima waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”[13] Oleh karenanya, seorang muslim tidak sepantasnya merayakan tahun baru sehingga membuat dirinya terjerumus dalam dosa besar.

Dengan merayakan tahun baru, seseorang dapat pula terluput dari amalan yang utama yaitu shalat malam. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

“Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.”[14] Shalat malam adalah sebaik-baik shalat dan shalat yang biasa digemari oleh orang-orang sholih. Seseorang pun bisa mendapatkan keutamaan karena bertemu dengan waktu yang mustajab untuk berdo’a yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Sungguh sia-sia jika seseorang mendapati malam tersebut namun ia menyia-nyiakannya. Melalaikan shalat malam disebabkan mengikuti budaya orang barat, sungguh adalah kerugian yang sangat besar.

Kerusakan Keenam: Begadang Tanpa Ada Hajat

Begadang tanpa ada kepentingan yang syar’i dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk di sini adalah menunggu detik-detik pergantian tahun yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”[15]

Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka begadang setelah shalat ‘Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat shubuh berjama’ah. ‘Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!”[16] Apalagi dengan begadang, ini sampai melalaikan dari sesuatu yang lebih wajib (yaitu shalat Shubuh)?!

Kerusakan Ketujuh: Terjerumus dalam Zina

Jika kita lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan tahun baru pada mereka tidaklah lepas dari ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) dan berkholwat (berdua-duan), bahkan mungkin lebih parah dari itu yaitu sampai terjerumus dalam zina dengan kemaluan. Inilah yang sering terjadi di malam tersebut dengan menerjang berbagai larangan Allah dalam bergaul dengan lawan jenis. Inilah yang terjadi di malam pergantian tahun dan ini riil terjadi di kalangan muda-mudi. Padahal dengan melakukan seperti pandangan, tangan dan bahkan kemaluan telah berzina. Ini berarti melakukan suatu yang haram.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.”[17]

Kerusakan Kedelapan: Mengganggu Kaum Muslimin

Merayakan tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu kemungkaran karena mengganggu muslim lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat seperti orang yang lagi sakit. Padahal mengganggu muslim lainnya adalah terlarang sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.”[18]

Ibnu Baththol mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut”.”[19] Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut yang kecil saja dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan manusia yang punya akal dan perasaan disakiti dengan suara bising atau mungkin lebih dari itu?!

Kerusakan Kesembilan: Meniru Perbuatan Setan dengan Melakukan Pemborosan

Perayaan malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu malam. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan perayaan tersebut, lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru perkiraan setiap orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?! Masya Allah sangat banyak sekali jumlah uang yang dibuang sia-sia. Itulah harta yang dihamburkan sia-sia dalam waktu semalam untuk membeli petasan, kembang api, mercon, atau untuk menyelenggarakan pentas musik, dsb. Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (Qs. Al Isro’: 26-27)

Ibnu Katsir mengatakan, “Allah ingin membuat manusia menjauh sikap boros dengan mengatakan: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” Dikatakan demikian karena orang yang bersikap boros menyerupai setan dalam hal ini.

Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar.” Mujahid mengatakan, “Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan yang benar, itu bukanlah tabdzir (pemborosan). Namun jika seseorang menginfakkan satu mud saja (ukuran telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir (pemborosan).” Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.”[20]

Kerusakan Kesepuluh: Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga

Merayakan tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan untuk hal yang bermanfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.” [21]

Ingatlah bahwa membuang-buang waktu itu hampir sama dengan kematian yaitu sama-sama memiliki sesuatu yang hilang. Namun sebenarnya membuang-buang waktu masih lebih jelek dari kematian.

Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”[22]

Seharusnya seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang telah Dia berikan. Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun baru. Namun mensyukuri nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah. Itulah hakekat syukur yang sebenarnya. Orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat waktu seperti inilah yang Allah cela. Allah Ta’ala berfirman,

أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَاءكُمُ النَّذِيرُ

“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (Qs. Fathir: 37). Qotadah mengatakan, “Beramallah karena umur yang panjang itu akan sebagai dalil yang bisa menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada Allah dari menyia-nyiakan umur yang panjang untuk hal yang sia-sia.”[23]

Inilah di antara beberapa kerusakan dalam perayaan tahun baru. Sebenarnya masih banyak kerusakan lainnya yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu dalam tulisan ini karena saking banyaknya. Seorang muslim tentu akan berpikir seribu kali sebelum melangkah karena sia-sianya merayakan tahun baru. Jika ingin menjadi baik di tahun mendatang bukanlah dengan merayakannya. Seseorang menjadi baik tentulah dengan banyak bersyukur atas nikmat waktu yang Allah berikan. Bersyukur yang sebenarnya adalah dengan melakukan ketaatan kepada Allah, bukan dengan berbuat maksiat dan bukan dengan membuang-buang waktu dengan sia-sia. Lalu yang harus kita pikirkan lagi adalah apakah hari ini kita lebih baik dari hari kemarin? Pikirkanlah apakah hari ini iman kita sudah semakin meningkat ataukah semakin anjlok! Itulah yang harus direnungkan seorang muslim setiap kali bergulirnya waktu.

Ya Allah, perbaikilah keadaan umat Islam saat ini. Perbaikilah keadaan saudara-saudara kami yang jauh dari aqidah Islam. Berilah petunjuk pada mereka agar mengenal agama Islam ini dengan benar.

“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Qs. Hud: 88)

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Disempurnakan atas nikmat Allah di Pangukan-Sleman, 12 Muharram 1431 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Penyesuaian : Abu Azmi Ammar

Artikel www.muslim.or.id, dipublish ulang oleh Rumaysho.com

---------------------
[1] Sumber bacaan: http://id.wikipedia.org/wiki/Tahun_baru
[2] HR. An Nasa-i no. 1556. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[3] Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta‘, 3/88-89, Fatwa no. 9403, Mawqi’ Al Ifta’.
[4] HR. Bukhari no. 7319, dari Abu Hurairah.
[5] HR. Muslim no. 2669, dari Abu Sa’id Al Khudri.
[6] Al Minhaj Syarh Shohih Muslim, Abu Zakariya Yahya bin Syarf An Nawawi, 16/220, Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobiy, cetakan kedua, 1392.
[7] HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269.
[8] Lihat penukilan ijma’ (kesepakatan ulama) yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidho’ Ash Shirotil Mustaqim, 1/363, Wazarotu Asy Syu-un Al Islamiyah, cetakan ketujuh, tahun 1417 H.
[9] HR. Ad Darimi. Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayid (bagus).
[10] Ahkam Ahli Dzimmah, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, 1/441, Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1418 H.
[11] Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, hal. 7, Dar Al Imam Ahmad
[12] Al Kaba’ir, hal. 26-27, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah.
[13] HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul Mashobih no. 574
[14] HR. Muslim no. 1163
[15] HR. Bukhari no. 568
[16] Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 3/278, Asy Syamilah.
[17] HR. Muslim no. 6925
[18] HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 41
[19] Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 1/38, Asy Syamilah
[20] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 5/69, pada tafsir surat Al Isro’ ayat 26-27
[21] HR. Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shohih.
[22] Al Fawa’id, hal. 33
[23] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6/553, pada tafsir surat Fathir ayat 37.

Sabtu, 18 Desember 2010

Inilah Sifatmu, para Karkuners (aktivis JT)..Benarkah yg demikian?

مناقشة شروط الجماعة

Telaah Kritis terhadap 6 syarat utk menjadi aktivis JT

1- تحقيق كلمة ( لا إله إلا الله ، محمد رسول الله ) .

Pertama, merealisasikan kalimat la ilaha illallahu, Muhammad Rasulullah

إن التحقيق يعني الفهم والتطبيق ، فهل فهم معنى هذه الكلمة الطيبة ـ التي هي الركن الأول من أركان الإسلام الوارد في حديث جبريل الذي رواه مسلم ـ هؤلاء الجماعة ؟

Merealisasikan itu artinya memahami dan mempraktekkan. Apakah JT memahami makna kalimat tahyyibah ini yang merupakan rukun pertama dalam Islam sebagaimana dalam hadits Jibril yang diriwayatkan oleh Muslim?

وهل دعوا إلى تطبيقها والعمل بها ؟

Apakah JT mengajak manusia untuk mengamalkan dan mempraktekkan secara nyata kalimat tersebut?

الواقع أنهم لا يعلمون معناها الحقيقي ، وهو :
( لا معبود بحق إلا الله ، ومحمد مبلغ دين الله الذي ارتضاه ) .

Realita membuktikan bahwa JT tidak mengetahui makna yang benar dari dua kalimat syahadat. Maknanya yang benar adalah tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah sekedar menyampaikan agama yang Allah ridai.

والدليل على ذلك التعريف قول الله تعالى :
(( ذلك بأن الله هو الحق ، وأنما يدعون من دونه هو الباطل )) .
” سورة الحج 62 ”

Dalil untuk pemaknaan di atas adalah firman Allah dalam surat al Hajj:62 (yang artinya), “Itu dikarenakan Allah adalah sesembahan yang berhak disembah dan semua sesembahan yang mereka sembah selain Allah adalah sesembahan yang tidak berhak disembah”.

ولو عرفوا معناها لدعوا إليها قبل غيرها ، لأنها تدعو إلى توحيد الله ودعائه وحده دون سواه لقول الرسول صلى الله عليه وسلم :
( الدعاء هو العبادة ) . ” رواه الترمذي وقال حسن صحيح ”

Andai mereka mengetahui makna kalimat tauhid yang benar tentu mereka akan mendakwahkan kalimat tersebut dengan makna yang benar sebelum materi yang lainnya. Kalimat tersebut mengajak untuk mengesakan Allah dan berdoa hanya kepada Allah, tidak kepada selainNya. Rasulullah bersabda, “Doa adalah ibadah” HR Tirmidzi dan beliau mengatakan bahwa hadits tersebut adalah hadits dengan kualitas hasan sahih.

فكما أن الصلاة عبادة لله ، لا تجوز لرسول ولا لولي ، فكذلك الدعاء عبادة لا يجوز طلبه من الرسول أو الأولياء .

Sebagaimana shalat adalah ibadah yang tidak boleh diperuntukkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau pun wali. Demikian pula doa adalah ibadah sehingga tidak boleh berdoa kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau pun kepada wali.

ولم أسمع من جماعة التبليغ من دعا إلى فهمها والعمل بها ، وأن الذي يدعو غير الله وقع في الشرك الذي يحبط العمل لقول الله تعالى :
(( ولا تدع من دون الله ما لا ينفعك ولا يضرك ، فإن فعلت فإنك إذاً من الظالمين )) [ أي المشركين ] . ” سورة يونس 106 ”

Kami tidak pernah mendengar ada karkun JT yang mengajak untuk memahami dan mengamalkan kalimat tauhid dengan pemahaman yang benar dan sesungguhnya orang yang berdoa kepada selain Allah telah terjerumus dalam menghapus seluruh amal shalih.

Allah berfirman yang artinya, “Janganlah berdoa kepada selain Allah yaitu makhluk yang tidak bisa memberi manfaat ataupun menimpakan bahaya kepadamu. Jika engkau melakukannya maka engkau termasuk orang-orang yang zalim” (QS Yunus:106). Yang dimaksud dengan orang-orang zalim dalam ayat di atas adalah orang-orang musyrik.

2- إقامة الصلاة بالخشوع والخضوع :

Kedua, menegakkan shalat dengan khusyu’ dan khudu’ (ketundukan hati).

وإقام الصلاة : يعني معرفة شروطها ، وواجباتها ، وأركانها ، وما يتعلق بها من أحكام : كسجود السهو مثلاً، طبقاً لما جاء في الحديث : ( صلوا كما رأيتموني أصلي ) . ” رواه البخاري ”

Untuk bisa menegakkan shalat, seorang itu harus mengetahui syarat-syarat shalat, wajib dan rukun shalat serta segala hukum yang terkait dengannya semisal sujud sahwi dalam rangka menerapkan sabda Nabi, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku mengerjakan shalat” (HR Bukhari).

فهل قام جماعة التبليغ بتعليم هذه الأمور لجماعتهم ،

Apakah JT telah mengajarkan hal-hal di atas kepada para anggotanya (baca:karkun)?

وهل بينوا لجماعتهم أن الخشوع في الصلاة يعني حصر الفكر في القراءة والتسبيح وعدم إكثار الحركة في الصلاة وغيرها من الأعمال المهمة؟

Apakah JT telah menjelaskan kepada anggotanya bahwa makna khusyu’ dalam shalat adalah memikirkan yang dibaca ketika shalat semisal ayat al Quran dan tasbih, demikian pula tidak banyak gerak dalam shalat dan hal-hal penting lainnya?

3- العلم مع الذكر :

Ketiga, ilmu yang diiringi dengan dzikir

هذا الشرط كبقية الشروط لم يحققه جماعة التبليغ ، وسبق أن ذكرت أنني نصحت أحد الشباب الذي ألقى بياناً ذكر فيه حديثاً موضوعاً، فقال لي أميرهم ، أتركه لا تعلمه ، الله يعلمه ! مع أن الرسول صلى الله عليه وسلم يقول :
( إنما العلم بالتعلم ) . ” حسن انظر صحيح الجامع ”

Point ini sebagaimana point lainnya adalah perkara yang tidak diterapkan secara nyata oleh JT. Kami pernah menasihati seorang anak muda yang menyampaikan “bayan” yang di dalamnya terdapat hadits palsu. Ternyata amir JT malah berkata kepadaku, “Biarkan dia, jangan ajari dia. Allah sendiri yang akan mengajarinya”. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bersabda, “Ilmu hanya bisa didapatkan dengan belajar” (Hadits berkualitas hasan sebagaimana dalam Sahih al Jami’).

وزارني وفد منهم من الأردن ، وبينت لهم عقيدة التوحيد ، ومنها الاعتقاد أن الله في السماء كما أخبر عن نفسه في قوله تعالى :
(( ءأمنتم من في السماء أن يخسف بكم الأرض )) . ” سورة الملك 16 ”
قال ابن العباس : هو الله تعالى .

Ada rombongan JT dari Yordania yang berkunjung ke rumahku. Ketika itu aku jelaskan kepada mereka mengenai tauhid. Di antaranya adalah keyakinan bahwa Allah itu di atas sana sebagaimana yang Allah firmankan sendiri, “Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu?” (QS al Mulk:16).

وذكرت لهم حديث الجارية التي سألها الرسول صلى الله عليه وسلم: أين الله ؟ قالت في السماء ، قال : من أنا ؟ قالت أنت رسول الله ، فقال لصاحبها : أعتقها فإنها مؤمنة ) . ” رواه مسلم ”

Kusampaikan juga kepada mereka hadits berisi kisah seorang budak perempuan yang ditanyai oleh Rasulullah, “Di manakah Allah?” “Di atas sana”, jawab budak tersebut. Rasulullah bersabda, “Siapakah aku?”. “Engkau adalah utusan Allah”, jawabnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda kepada pemiliknya, “Merdekakanlah budak perempuan tersebut karena dia adalah budak yang beriman” (HR Muslim).

فأعجب الحاضرون بهذه المعلومات ، وطلبوا مني بعض الرسائل للعلم ، علماً بأن كثيراً منهم لا يريدون قراءة كتب العلم ،

Mendengar hal-hal di atas, rombongan JT tersebut terheran-heran. Mereka lantas meminta kepadaku buku-buku agama yang manfaat. Perlu diketahui bahwa banyak dari karkun itu tidak suka mau membaca buku-buku agama yang ilmiah.

وقد أهديت لاثنين منهم بعض الرسائل ليأخذوها معهم ، ويقرأوها مع جماعتهم ، فلم يأخذوها ، وكان من هدي النبي صلى الله عليه وسلم أنه كان يقبل الهدية. وقال الرسول صلى الله عليه وسلم :
( تهادوا تحابوا ) ” حديث حسن انظر صحيح الجامع ”

Kuhadiahkan kepada dua orang di antara mereka beberapa buku agama supaya mereka bawa lantas mereka bacakan kepada sesama mereka. Ternyata mereka memilih untuk tidak menerima hadiah tersebut padahal akhlak yang Nabi ajarkan adalah menerima hadiah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya kalian saling memberi hadiah niscaya kalian akan saling mencintai” (HR al Bukhari dalam al Adab al Mufrod, hasan sebagaimana dalam Sahih al Jami’).

4- إكرام المسلمين :

Keempat, memuliakan sesama kaum muslimin

الواقع أنهم يكرمون ضيوفهم ، ولا سيما عند الطعام ، ويتحدثون عن إكرام العلماء ، وليتهم أخذوا بنصيحتهم ، وقبلوا توجيهاتهم ،

Realita menunjukkan bahwa mereka memuliakan tamu terutama soal makanan. Mereka juga sering membahas tentang masalah memuliakan para ulama. Andai mereka mau menerima nasihat dan pengarahan ulama ahli sunnah.

وقد خرجت معهم في عدد من البلدان ، فلم يسمحوا لي مرة بالتحدث إليهم ، بل يسمحون لواحد من جماعتهم ولو كان جاهلاً أن يتحدث إلى الناس ،

Aku pernah beberapa kali ikut “khuruj” bersama mereka ke beberapa negeri. Namun satu kali pun mereka tidak pernah mengizinkan aku untuk berbicara di hadapan mereka. Bahkan mereka mengizinkan salah seorang anggota untuk bicara di hadapan jamaah masjid padahal dia adalah seorang yang awam tentang agama.

وهذا يضر أكثر مما ينفع ، فيأتي بأحاديث مكذوبة كما مر قبل قليل . ويأتون بحديث لم يثبت عند الطعام ويقولون :
( تحدثوا عند الطعام ولو بثمن أسلحتكم ) .

Cara dakwah semisal ini lebih banyak memberikan dampak buruk daripada memberi manfaat. Akibatnya sebagian orang JT menyampaikan hadits palsu sebagaimana di atas. Mereka juga menyampaikan hadits yang tidak sahih tentang makan. Mereka mengutip yang katanya hadits, “Berbicaralah ketika makan meski mengenai harga senjata kalian”.

5- إخلاص النية لله تعالى :

Kelima, mengikhlaskan niat hanya untuk Allah

وهو شرط مهم ، وقد يتحقق عند بعضهم ، فيذهب بنية الدعوة ، وينفق من ماله ، والإخلاص محله القلب ، لا يعلمه إلا الله ،

Ini adalah poin yang sangat urgen. Boleh jadi sebagian JT telah menerapkan hal ini. Mereka pergi meninggalkan rumah dengan niat dakwah dan mereka biayai khuruj mereka dengan kocek mereka sendiri. Ikhlas letaknya di hati dan hanya Allah yang mengetahuinya secara pasti.

وكثيراً ما يتحدث أفرادهم ، ولا سيما الأمراء منهم عن دعوتهم ، وأنهم فعلوا كذا ، وكان عددهم كذا ، واستجاب لهم كثير من الأفراد ، واسأل الله أن يكونوا مخلصين في عملهم ،

Sebagian mereka terutama amir-amir JT seringkali bercerita tentang dakwah mereka. Bahwa mereka telah melakukan ini dan itu, jumlah karkun dengan sebab dakwah mereka sekian. Banyak yang menerima dakwah mereka. Moga mereka ikhlas dalam amal yang telah mereka kerjakan.

ولكن الإخلاص لا بد له من العلم ، حتى ينفع صاحبه ، وتنتفع به الأمة ، فقد ذكر البخاري رحمه الله تعالى في كتابه (باب العلم قبل القول والعمل) . واستدل بقول الله تعالى :
(( فاعلم أنه لا إله إلا الله )) ” سورة محمد ”
وسبق أن ذكرت أن الأحباب ـ هداهم الله ـ لا يهتمون بالعلم .

Namun ikhlas harus diiringi dengan ilmu sehingga memberi manfaat kepada pelakunya dan umat Islam pun mendapatkan manfaat karenanya. Dalam Sahih al Bukhari ada judul bab “Ilmu itu sebelum beramal”. Al Bukhari lantas berdalil dengan firman Allah (yang artinya), “Berilmulah bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah” (QS Muhammad:19).

6- الدعوة إلى الله :

Keenam, berdakwah

هذا مبدأ طيب ، يجب على كل مسلم أن يهتم به كل حسب مقدرته ،

Ini adalah prinsip yang bagus. Wajib atas setiap muslim untuk memiliki perhatian dengan dakwah Islam masing-masing sesuai denga kemampuannya.

ولكن الدعوة إلى الله لها شرط مهم بينه الله تعالى بقوله :
(( قل هذه سبيلي أدعوا إلى الله على بصيرة أنا ومن اتبعني وسبحان الله وما أنا من المشركين )) . ” سورة يوسف آية 108 ”

Akan tetapi dakwah itu memiliki syarat penting yang telah Allah jelaskan dalam firmannya yang artinya, “Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata (baca:ilmu). Maha suci Allah, dan aku tidaklah termasuk orang-orang yang musyrik“.

يقول تعالى لرسوله صلى الله عليه وسلم على الثقلين الجن والإنس آمراً له أن يخبر الناس أن هذه سبيله ، وطريقته ، ومسلكه ، وسنته ، وهي الدعوة إلى شهادة أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، ويدعو إلى الله بها على بصيرة من ذلك ويقين وبرهان هو وكل من اتبعه يدعو إلى ما دعا إليه رسول الله صلى الله عليه سلم على بصيرة ويقين وبرهان عقلي وشرعي .

Allah perintahkan kepada utusannya yang diutus untuk jin dan manusia supaya memberikan pengumuman kepada seluruh manusia bahwa inilah jalan beliau yaitu berdakwah atau mengajak agar manusia bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tanpa ada sekutu bagi-Nya. Dakwah tersebut dilakukan dengan landasan ilmu dan keyakinan yang mendalam. Semua orang yang mengikuti Nabi juga mendakwahkan apa yang didakwahkan oleh Rasulullah. Itulah dakwah yang di bangun di atas landasan ilmu dan argumen baik argumen logika maupun wahyu.

( وسبحان الله ) أي وأنزه الله ، وأجله ، وأعظمه ، وأقدسه عن أن يكون له شريك ، أو نظير ، أو عديل ، أو نديد ، أو ولد ، أو والد ، أو صاحبة، أو وزير ، أو مشير ، تبارك وتقدس وتنزه عن ذلك كله علواً كبيراً ) . ” انظر تفسير ابن كثير ج /495

Subhanallah artinya aku sucikan, aku agungkan dan aku muliakan Allah dari memiliki sekutu, sebanding, tandingan, anak, ortu, istri, menteri dan partner. Maha suci Allah dari itu semua. Demikian kutipan dari Tafsir Ibnu Kasir 2/495.

الخلاصــة
إن هذه الشروط وإن كانت غير منسجمة ، لكن الجماعة ينقصهم تطبيق هذه الشروط عملياً ، ولا سيما العلم ، وتحقيق كلمة التوحيد والدعوة إليها قبل غيرها أسوة برسول الله صلى الله عليه وسلم

Ringkasnya, enam hal ini meski tidak sebutkan secara teratur namun yang jelas JT memiliki kekurangan dalam menerapkan enam hal di atas dalam dataran praktek terutama masalah ilmu dan merealisasikan kalimat tauhid serta mendakwahkan tauhid sebelumnya lainnya dalam rangka meneladani Rasulullah.

الذي بقي في مكة ثلاثة عشر عاماً يدعو الناس إليها ، وتحمل في سبيلها الأذى ، ولكنه صبر حتى نصره الله ، والعرب تعرف معنى التوحيد في كلمة ( لا إله إلا الله ) ولذلك لم يقبلوها ، لأنها تدعوهم إلى عبادة الله ودعائه وحده، وترك دعاء غيره ولو كانوا من الأولياء والصالحين .

Beliau selama 13 tahun mendakwahkan tauhid kepada manusia dan menghadapi berbagai gangguan karenanya namun beliau bersabar sehingga Allah memberikan kemenangan. Orang-orang paham betul kandungan tauhid yang terdapat dalam kalimat laa ilaha illallahu. Oleh karena itu mereka tidak mau menerima kalimat tersebut karena kalimat tersebut mengajak kepada beribadah dan berdoa hanya kepada Allah dan meninggalkan berdoa kepada selain Allah baik kepada wali ataupun semata-mata orang shalih.

قال الله تعالى عن المشركين :
(( إنهم كانوا إذا قيل لهم لا إله إلا الله يستكبرون ، ويقولون أئنا لتاركوا آلهتنا لشاعر مجنون ، بل جاء بالحق وصدق المرسلين )) .
” سورة الصافات آية 36 ”

Allah berfirman mengenai orang-orang musyrik yang artinya, “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka, “Laa ilaaha illallah” (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata, “Apakah Sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?” Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan rasul-rasul (sebelumnya)” (QS al Shafat:35-37).

Sumber: Buku “Kaifa ihtadaitu ila al Tauhid wa al Sirat al Mustaqim hal 59-64 karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu-rahimahullah-.