Sabtu, 30 Januari 2010

Nabi -shallallahu alaihi wa sallam- Mencukur Jenggot ?!


Nabi -shollallahu alaihi wa sallam- Mencukur Jenggot ?!


Sebagian kaum muslimin, ketika berpendapat bolehnya mencukur jenggot mengatakan, bahwasanya ada sebuah hadits yang diriwayatkan bahwa Rasulullah -shollallahu alaihi wa sallam- pernah mencukur jenggotnya. Benarkah demikian? Bagaimana derajat haditsnya? Bagaimana pendapat para ulama tentang masalah ini? Berikut ini penjelasan singkat dari para ulama seputar masalah ini.

SEBUAH HADITS LEMAH

Dalam hal ini ada sebuah riwayat yang berbunyi:
عَنْ عَمْرٍو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْخُذُ مِنْ لِحْيَتِهِ مِنْ عَرْضِهَا وَطُوْلِهَا

Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya bahwsanya nabi -shollallahu alaihi wa sallam- dahulu memotong dari jenggotnya, dari panjangnya dan lebarnya. (HR. at-Tirmidzi)

PENJELASAN ULAMA

Hadits ini dikeluarkan oleh at-Tirmidzi, no. 2762 dan beliau mengatakan: “Ini adalah hadits yang gharib (asing). Aku telah mendengar dari Muhamamad bin Isma’il, ia berkata: Umar bin harun Muqarib al-hadits. Aku tidak mengetahui bahwa ia memiliki hadits yang tidak ada asalnya -atau mengatakan- menyendiri dengannya melainkan hadits ini”. (Sunan at-Tirmidzi, jilid 5, hlm. 94 – tahqiq Ibrahim ‘Iwadh).

Imam an-Nawawi -rahimahullah- mengatakan: “Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dengan isnad lemah yang tidak dapat dijadikan hujjah”. (Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab, jilid 1, hlm. 343)

Setelah Imam asy-Syaukani menyebutkan perkataan at-Tirmidzi di atas dan perkataan Ibnu Hajar dalam at-Taqrib, beliau mengatakan: “Oleh karena itu, hujjah tidak dapat tegak dengan hadits ini”. (Nail al-Authar, jilid, 1, hlm. 138)

Al-Mubarakfuri -rahimahullah- menukil perkataan ath-Thibi -rahimahullah- tentang kandungan hadits ini, kemudian mengomentarinya: “Perkataan ath-Thibi ini bagus, akan tetapi hadits Amr bin Syu’aib ini dha’if jiddan (sangat lemah). Perkataan beliau (yaitu at-Tirmidzi, pen): “Ini adalah hadits yang gharib (asing) maksudnya adalah hadits yang lemah, karena berkisar pada Umar bin Harun sedangkan dia adalah matruk (ditinggalkan) sebagaimana anda ketahui”. (Tuhfah al-Ahwadzi, jilid 8, hlm. 44)

Syaikh Bin Baz -rahimahullah- dalam sebuah fatwanya mengungkapkan: “Adapun riwayat yang dibawakan oleh Imam at-Tirmidzi rah dari Nabi -shollallahu alaihi wa sallam- bahwasanya beliau pernah mengambil sebagian jenggotnya, dari panjangnya dan dari lebarnya, maka hadits itu adalah batil menurut ahli ilmu dan tidak shahih dari Nabi -shollallahu alaihi wa sallam-. Sebagian orang telah berpegang dengan hadits itu, padahal hal itu tidak shahih dari beliau. Hal itu disebabkan karena dalam isnadnya terdapat Umar bin Harun al-Balkhi, sedangkan dia adalah orang yang muttaham (tertuduh) dengan kadzib (dusta).

Oleh karena itu, tidak dibolehkan seorang muslim berdalil dengan hadits yang batil ini, dan tidak pula mengambil rukhshah (keringanan) dengan mengikuti sebagian perkataan ahli ilmu, karena sunnahlah yang berkedudukan sebagai hakim (pemutus) semua perkara”. (hlm. 53-55 dalam Tahrim halq al-Liha)

Sedangkan Syaikh al-Albani -rahimahullah- berkomentar seputar hadits di atas: “Maudhu’ (Palsu)’”. (Silsilah adh-Dha’ifah, no. 288)

Lihat pula penjelasan Syaikh Muhammad bin Ahmad dalam Adillah Tahrim Halq al-Liha, hlm. 88, Dr. Ahmad al-Barrak dalam tahqiq kitab al-Wasm fi al-Wasym, karya Ahmad al-Halwani (wafat 1308 H), hlm. 58.

KESIMPULAN

Dengan demikian, maka berdalil dengan hadits di atas untuk membolehkan mencukur jenggot tidak dapat dibenarkan. Semoga Allah memberi kita istiqamah untuk berada di jalan-Nya yang lurus.

artikel from Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Ed 54, hal. 52-53

Tidak ada komentar:

Posting Komentar